Mengasihi dalam sebuah pernikahan bukanlah sebuah perjanjian, namun sebuah
komitmen. Sebuah perjanjian bisa saja batal, karena syarat-syarat tidak dipenuhi.
Seorang suami bisa berkata, "Saya akan mengasihi istri saya, apabila dia selalu
melayani saya". Atau seorang istri berkata, "Saya akan mengasihi suami saya
apabila segala keinginanku bisa dipenuhinya." Tentu bukan hubungan seperti
ini yang dimaksudkan dalam pernikahan. Komitmen dalam pernikahan akan berkata, "Saya
akan tetap mengasihi istri saya, meskipun dia tidak lagi selincah dulu melayani
saya", atau "Saya akan tetap mengasihi suami saya, meskipun kebutuhan kami pas-pasan,
karena saya tahu suamiku telah berusaha semaksimal mungkin"
Di dalam dunia ada pelbagai ikatan perjanjian namun tidak ada satu pun yang
mengikat seerat pernikahan.
Komitmen nikah bukanlah kesepakatan untuk mencapai satu tujuan tertentu;
komitmen nikah adalah janji untuk melebur menjadi satu selamanya. Semulia apa
pun tujuan pernikahan kita, tetaplah yang menjadi dasar haruslah komitmen untuk
melebur menjadi satu. Inilah sarana sekaligus tujuan pernikahan. Dengan kata
lain, di dalam pernikahan kita akan dan seharusnya mengalami transformasi untuk
menjadi pribadi yang berbeda-yang lebih baik-akibat hasil peleburan dengan
pasangan.
Kehadiran anak merupakan wujud nyata dari peleburan dua menjadi satu ini. Tidak
mungkin kita mengurai anak menjadi partikel-partikel yang teridentifikasi
sebagai milik ayah dan ibu. Dengan kata lain, anak adalah wajah baru dari
peleburan suami dan istri.
Jika anak adalah buah dari penyatuan jasmaniah antara suami dan istri, maka
kasih adalah buah dari penyatuan rohaniah suami dan istri. Kasih adalah sarana
sekaligus hasil dari penyatuan antara suami dan istri. Dengan kata lain, kasih
adalah pelekat antara suami dan istri namun kasih adalah buah dari kesatuan
suami dan istri pula. Jadi, pernikahan adalah sebuah komitmen yang keluar dari
kasih sekaligus komitmen untuk mengasihi.
Kita mengharapkan yang terbaik dari pasangan namun mesti siap menerima yang
terburuk darinya pula. Dengan kata lain, di dalam pernikahan kita mendapatkan
kesempatan untuk menjadi diri yang terbaik dan memperoleh jaminan penerimaan
atas diri kita yang terburuk.
Posting Komentar